Ada beberapa masalah mengenai sunah fitrah yang harus
diketahui oleh setiap muslim dan muslimah. Terutama anda seorang muslimah
bukanlah aib untuk mengetahuinya malah kita harus lebih banyak tahu mengenai
hal ini.Dan, memang bukan rahasia umum lagi bahwa banyak dikalangan para
ibu-ibu kita atau wanita muslimah lainnya yang belum banyak mengetahui masalah
sunnah fitrah ini.Berangkat dari Hadits Rasulullah Sahalallahu alaihi wassalam
dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda;
“Sunnah fitrah itu ada lima atau lima dari fitrah adalah
berkhitan (sunat), mencukur rambut kemaluan,mencabut bulu ketiak, memotong
kuku, dan menggunting rambut atau kumis”(HR.Bukhari, no.5590)
Dan, dalam hadits lain dikatakan dari Anas bin Malik ia
berkata:
“Rasulullah telah membataskan waktu kepada kami dalam
memendekkan kumis,memotong kuku,mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan,
agar hal tersebut tidak dibiarkan melebihi 40 malam“(HR. Muslim dan Ibnu Majah
juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi dan Nasa’i)
Dari dua hadits diatas kita telah tahu apa saja yang
termasuk dalam sunah fitrah itu, dan ada beberapa pertanyaan yang disampaikan
kepada para ulama kita mengenai hal diatas, marilah kita simak dengan lebih
rinci lagi.
Shalat Tidak Diterima bagi Orang Yang Tidak Mencukur Rambut
Kemaluannya Lebih dari Sebulan
Ada pertanyaan yang diajukan kepada Al-Lajnah Ad-daimah
tentang hukum orang yang tidak mencukur rambut kemaluannya dan dibiarkan tumbuh
lebih dari sebulan apakah shalatnya diterima?
Jawabannya:
Mencukur rambut kemaluan termasuk fitrah, dan tidak
selayaknya dibiarkan tumbuh lebih dari empat puluh hari tanpa dicukur.Namun,
jika dibiarkan tumbuh lebih dari 40 hari tidak berpengaruh terhadap sahnya
shalat.Siapa yang berpendapat, bahwa hal itu membatalkan shalat, merupakan kebodohan
terhadap hukum-hukum syariat. (Fatwa lajnah Da’imah,5/284)-(baca betul-betul
jangan salah faham pulak....)
Tidak Boleh Mencukur Bulu Ketiak dan Hanya Boleh Mencabutnya
Sebagian orang ada yang mengira bahwa dia tidak boleh
mencukur bulu ketiak dengan menggunakan pisau atau lainnya yang memang bisa
menghilangkan bulu.Dia hanya boleh mencabutnya, sekalipun hal itu berat dan
sulit.yang dituntut adalah menghilangkan bulu dari ketiak, entah dengan
mencabutnya atau dengan mencukuirnya atau dengan cara lainnya.memang mencabut
lebih baik jika memang memungkinkan, yang didasarkan kepada hadits mengenai hal
ini, seperti yang sudah disebutkan pada bagian atas.
Al-Imam An-nawawy berkata,”Yang disunatkan adalah
mencabutnya, seperti yang dijelaskan dalam hadits.namun, mencukurnya juga
boleh.Dikisahkan dari Yunus bin Abdul A’ala dia berkata,”Aku masuk ketempat
Asy-Syafi’i dan disisinya ada seorang tukang bekam yang mencukur bulu
ketiaknya.Asy-Syafi’i berkata,”Aku sudah tahu bahwa menurut sunnah adalah
mencabut.Tetapi aku tidak kuat menahan sakitnya. Kalau pun rambut ketiak itu
dibersihkan dengan menggunakan kapur juga tidak apa-apa.{lihat Al-Majmu Syarhul
Muhadzab,Imam Nawawi,I/341}
Oleh karena itu Lajnah Ad-Daimah (lembaga tetap yang
dipimpin oleh para masyayikh atau ulama untuk menjawab permasalahan ummat)
memfatwakan diperbolehkannya membersihkan bulu ketiak atau kemaluan dengan alat
apa pun atau dengan cara mencabutinya.
Keharusan Mencukur Rambut Kemaluan Setiap Kali Sesudah Haidh
Ada pertanyaan yang diajukan kepada Al-Lajnah Ad-Daimah:
Apakah wanita harus mencukur rambut kemaluannya setiap kali
sesudah haidh?
Jawabnya:
Menghilangkan rambut kemaluan dengan mencabut atau dengan
menggunakan obat perontok atau dengan mencukurnya, termasuk sunah fitrah yang
dianjurkan dalam islam.Tetapi tidak ada batasan setiap kali sesudah
haidh.Dibagian atas telah disampaikan hadits tentang fitrah itu, begitu pula
tentang pembatasan waktu mencabut atau mencukurnya, yaitu jangan samapi lebih
dari melebihi 40 malam.
Hukum Membiarkan Kuku Panjang Lebih Dari Empat Puluh Hari
Bagaimanakah hukum membiarkan kuku dan tidak memotongnya
lebih dari empat puluh hari?
jawaban:
Masalah ini perlu diperinci sebagai berikut; apabila yang
mendorongnya untuk melakukan hal tersebut adalah karena ingin meniru
orang-orang kafir yang telah menyimpang fitrahnya dari jalan kebenaran, maka
perbuatan ini menadi haram karena RAsulullah bersabda:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk
dalam golongan mereka”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Kondisi minimal yang
ditunjukkan hadits ini adalah pengharaman hal tersebut meskipun secara
lahiriyah menunjukkan kafirnya orang yang menyerupai mereka”
Adapun jika yang mendorongnya melakukan hal tersebut adalah
sekedar mengikuti hawa nafsu, maka kita katakan bahwa ia telah menyelisihi
batas waktu yang telah ditentukan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam
kepada umatnya.
Semoga beberapa pertanyaan yang telah dijawab oleh para
ulama kita tersebut sangat bermanfaat bagi kaum muslimah dan dapat diamalkan
dalam kehidupan kita sehari-hari.Wallahu’alam bishawwab.
Sumber rujukan:
1.Tarjamah Shahih Bukhari, Achmad Sunarto,Asy-syifa,
Semarang
2. Nailul Authar, Imam Syaukhai, Bina Ilmu, Surabaya
3.Fatwa-fatwa Muslimah oleh Masyayikh, Darul falah, Jakarta
4. 101 Kekeliruan Dalam Thaharah,Sulaiman Al-isa, Pustaka
Al-Kautsar, jakarta. Sumber
Tiada ulasan:
Catat Ulasan