"Tidak peduli dimanakan kita berada,jangan pernah meninggalkan shalat..."Penjelasan Tentang Wajibnya Shalat Dalam Berbagai Keadaan
Shalat Adalah Ibadah Para NabiSesungguhnya ibadah shalat bukanlah
dikhususkan bagi umat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, bahkan
juga disyari’atkan kepada para nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad
shalallahu alaihi wasallam. Mereka pun memerintahkan kepada umat-umat
mereka untuk mengerjakan shalat. Allah subhanahu wata'ala berfirman :
“Isma’il
adalah seorang nabi dan rasul, dan ia menyuruh ahlinya (yakni umatnya)
untuk mendirikan shalat, menunaikan zakat.” (Maryam: 54-55)
“Dan
Aku telah memilih kamu (Musa), maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan kepadamu! Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada
sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Aku, dan dirikanlah shalat
untuk mengingatku.” (Thaaha: 13-14)
Namun
kaifiyyah (tata cara) pelaksanaan shalat mereka itu berbeda-beda sesuai
dengan syariat masing-masing dari para nabi dan rasul.
Kedudukan Shalat Dalam Islam
Shalat
dalam agama Islam memiliki kedudukan yang sangat tinggi, hal ini bisa
disimpulkan bila kita mencermati nash-nash Al Qur’an maupun As Sunnah.
Di antaranya sebagai berikut:
1. Mendirikan shalat adalah tanda sebenar-benarnya orang mu’min. Allah subhanahu wata'ala berfirman :
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
“Allah” gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka, dan kepada Rabb-Nya mereka
bertawakkal. Yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan
sebagian rizqi yang Kami berikan kepada mereka.” (Al Anfal: 2-3)
2. Shalat merupakan Rukun Islam yang ke dua.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله،
وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ
“Islam
dibangun di atas lima (rukun): Syahadat Laa Ilaaha Illallahu
Muhammadur-Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, shaum
Ramadhan dan berhaji ke Baitullah (Makkah).”
(Muttafaqun ‘Alaihi)
(Muttafaqun ‘Alaihi)
3. Shalat merupakan tiang agama.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ ، وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ، وَذَرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ
“Kepala dari seluruh perkara (agama) adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.”
(HR. At Tirmidzi, dihasankan oleh As Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 2/138)
(HR. At Tirmidzi, dihasankan oleh As Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 2/138)
4. Shalat adalah amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat dan sebagai tolok ukur dari seluruh amal ibadah yang lainnya.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
“Pertama
kali yang dihisab pada hari kiamat adalah shalat, jika shalatnya baik
maka baiklah seluruh amalannya, dan jika shalatnya rusak, maka rusaklah
seluruh amalannya.”
(HR. Thabrani, Ash Shahihah 3/346 karya Asy Syaikh Al Albani)
(HR. Thabrani, Ash Shahihah 3/346 karya Asy Syaikh Al Albani)
5.
Turunnya perintah shalat tanpa melalui perantara Malaikat Jibril,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sendiri menerima langsung dari
Allah subhanahu wata'ala di atas langit yang ke tujuh.
Shalat Perintah Agung Dari Allah subhanahu wata'ala
Allah
subhanahu wata'ala menyebutkan secara tegas di dalam Al Qur’an tentang
kewajiban shalat. Diantaranya firman Allah subhanahu wata'ala :
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (Al Baqarah: 43)
“Padahal
mereka tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,
dan supaya mereka mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan yang
demikian itulah agama yang lurus.” (Al Bayyinah: 5)
Al
Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim keduanya meriwayatkan dari sahabat
Anas bin Malik radhiallahu anhu, bahwasanya pada suatu malam ketika Nabi
shalallahu alaihi wasallam berada di rumah Ummu Hani’ di Makkah,
malaikat Jibril alaihis salam datang menjemput beliau shalallahu alaihi
wasallam untuk menghadap Allah subhanahu wata'ala. Keduanya mengendarai
seekor Buraq, yang lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari
bighal (peranakan kuda dengan keledai), yang langkah kakinya sejauh mata
memandang.
Kemudian
Jibril membawa beliau menuju langit ke tujuh. Setiap kali melewati
lapisan langit, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bertemu dengan
para rasul dan nabi. Sampai akhirnya beliau tiba di Sidratul Muntaha
yang tidak ada satu makhlukpun yang mampu menggambarkan keindahannya. Di
tempat inilah beliau shalallahu alaihi wasallam menerima perintah
shalat lima waktu. Peristiwa ini dikenal dengan istilah Isra’ Mi’raj.
Bahkan
Ummu Salamah meriwayatkan bahwa wasiat terakhir dari Rasulullah
menjelang wafatnya, beliau shalallahu alaihi wasallam berkata: “Ash
Shalatu, Ash Shalatu.” Dalam riwayat yang lain: “Bertakwalah kalian
kepada Allah dengan shalat.”
(lihat Irwaul Ghalil: 7/238)
Pelatihan Shalat Sejak Dini
Allah
subhanahu wata'ala memerintahkan Nabi-Nya (sekaligus untuk umatnya)
supaya mengajak keluarganya untuk memenuhi kewajiban shalat. Allah
subahanhu wata'ala berfirman (artinya): “Dan perintahkanlah keluargamu
supaya mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya …”
(Thaaha: 132)
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءٌ سَبْعُ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءٌ
عَشَرٌ وَفَرِّقُوا فِيْ اْلمَضَاجِعِ
“Perintahlah
anak-anak kalian untuk shalat (mulai) pada usia 7 tahun, dan pukullah
mereka (yang enggan untuk shalat) setelah usia 10 tahun, dan pisahkanlah
tempat tidur mereka.” (HR. Ahmad, lihat Irwaul Ghalil 2/7)
Tidak Ada Rukhshah Untuk Meninggalkan Shalat
Kewajiban
menegakkan shalat lima waktu berlaku di manapun dan bagaimanapun
keadaannya, tidak ada rukhshah (keringanan) untuk meninggalkannya. Agama
Islam pun telah menjelaskan tata cara shalat dalam berbagai kondisi
darurat, seperti:
1. Dalam keadaan bahaya, seperti perang dan semisalnya.
Allah
subhanahu wata'ala berfirman (artinya): “Jika kalian dalam keadaan
takut, maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan.” (Al Baqarah:
239)
2. Dalam keadaan sakit.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
صَلِّ قّائِمًا فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ وَفَيْ رِوَايَةٍ :
وَإِلاَّ فَأَوْمِ إِيْمَاءً
“Shalatlah
dengan berdiri, jika tidak mampu berdiri maka (shalatlah) dengan duduk,
jika tidak mampu duduk maka (shalatlah) dengan berbaring.” (HR. Al
Bukhari, dalam riwayat Al Baihaqi ada tambahan: “Jika tidak mampu
berbaring maka cukup dengan isyarat.” )
3.
Dalam keadaan bersafar juga wajib melaksanakan shalat, bahkan Allah ?
memberikan keringanan bagi musafir (orang yang bepergian) untuk menjama’
(menggabungkan dua shalat dalam satu waktu) seperti menjama’ shalat
zhuhur dengan shalat ‘ashar di waktu zhuhur (jama’ taqdim) atau di waktu
‘ashar (jama’ ta’khir) dan juga seperti menjama’ shalat maghrib dengan
shalat isya’ dengan cara seperti semula. Dan juga diperbolehkan baginya
untuk mengqashar (meringkas shalat yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat
seperti shalat isya’, zhuhur ataupun ‘ashar).
4. Dalam keadaan lupa atau tertidur. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ نَسِيَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa
yang lupa atau tertidur, maka kaffarahnya (tebusannya) adalah shalat
pada waktu ia teringat (sadar).” (Muttafaqun ‘alaihi)
5.
Tidak mendapat air untuk bersuci (wudhu’ atau mandi junub) atau secara
medis tidak boleh menyentuh air, maka diberikan keringanan untuk bersuci
dengan tanah/debu yang dikenal dengan tayammum.
Allah subhanahu wata'ala berfirman :
“Apabila kalian sakit atau sedang dalam bepergian (safar) atau salah seorang dari kalian kembali dari tempat buang air besar (selesai buang hajat) atau kalian menyentuh wanita (jima’) sedangkan kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah/debu yang baik (suci), (dengan cara) usapkanlah debu itu ke wajah dan tangan kalian, Allah tidak ingin memberatkan kalian, tetapi Allah ingin menyucikan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian. Semoga dengan begitu kalian mau bersyukur.” (Al Maidah: 6)
“Apabila kalian sakit atau sedang dalam bepergian (safar) atau salah seorang dari kalian kembali dari tempat buang air besar (selesai buang hajat) atau kalian menyentuh wanita (jima’) sedangkan kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah/debu yang baik (suci), (dengan cara) usapkanlah debu itu ke wajah dan tangan kalian, Allah tidak ingin memberatkan kalian, tetapi Allah ingin menyucikan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian. Semoga dengan begitu kalian mau bersyukur.” (Al Maidah: 6)
Meskipun
ia tidak mendapatkan kedua alat bersuci yaitu air dan tanah/debu maka
tetap baginya untuk menunaikan kewajiban shalat sesuai dengan
kemampuannya. Karena Allah subhanahu wata'ala tidak memberikan beban
kepada siapa pun kecuali sesuai dengan kemampuannya.
Ancaman Meninggalkan Shalat
Allah
subhanahu wata'ala telah menyediakan neraka Saqar yang dikhususkan bagi
orang-orang yang meninggalkan shalat. Sebagaimana firman-Nya :
“Apakah
yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka). Mereka menjawab: ‘Kami
dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat ...” (Al
Muddatstsir: 42-43)
Dalam
hadits-hadts yang shahih, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam juga
telah memberikan peringatan keras terhadap orang yang meninggalkan
shalat dengan sengaja. Diantaranya:
1. Hadits Buraidah radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
العَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
”Perbedaan
antara kami dengan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat,
barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah melakukan kekafiran.”
(HR. At Tirmidzi, lihat Shahih At Targhib no. 564)
2. Hadits Jabir radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ وَالشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Sesungguhnya (pembeda) antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)
3. Hadits Tsauban radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلاَةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ
“Pembeda
antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat, bila
ia meninggalkannya berarti ia telah berbuat kesyirikan.” (HR. Ath
Thabari, lihat Shahih At Targhib no. 566)
4. Hadits Abu Darda’ radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
لاَ تُشْرِكُ بَاللهِ شَيْئًا وَإِنْ قُطِعْتَ وَإِنْ حُرِقْتَ وَلاَ تَتْرُكْ صَلاَةً مَكْتُوْبَةً مُتَعَمِّدًا
فَمَنْ تَرَكَهَا مُتَعَمَّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ الذِّمَّةُ وَلاَ تَشْرِبِ الْخَمْرَ فَإِنَّهُ مِفْتَاحُ كُلِّ
شَرٍّ
“Janganlah
kamu berbuat kesyirikan sedikit pun walaupun kamu dipenggal atau pun
dibakar, dan jangan pula meninggalkan shalat dengan sengaja, maka
barangsiapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja sungguh lepas
jaminan baginya, serta jangan pula minum khamr (arak dan semisalnya
–pent) karena sesungguhnya khamr itu pintu setiap kejelekan.”
Dalam
riwayat Mu’adz bin Jabal radhiallahu anhu: “Sungguh telah lepas jaminan
dari Allah”, sedangkan dalam riwayat Ummu Aiman dan Umayyah: “Sungguh
telah lepas jaminan dari Allah dan Rasul-Nya”. (lihat Shahih At Targhib
no. 567. 569)
Demikian pula pernyataan para shahabat Nabi , diantaranya:
Umar radhiallahu anhu berkata:
Umar radhiallahu anhu berkata:
لاَ حَظَّ فِي الإِسْلامِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidak ada bagian (sedikit pun) dalam Islam bagi seseorang yang meninggalkan shalat.” (Al Mughni 3/355)
Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata:
مَنْ لَمْ يُصَلِّ فَهُوَ كَافِرٌ
“Barangsiapa yang tidak shalat maka dia kafir.” (Al Mughni 3/355)
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata:
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata:
مَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ فَلاَ دِيْنَ لَهُ
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat, maka tidak ada agama baginya.” (Shahih At Targhib no. 574)
Abu Darda’ radhialallahu anhu berkata:
لاَ إِيْمَانَ لِمَنْ لاَ صَلاَةَ لَهُ وَلاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوْءَ لَهُ
“Tidak ada keimanan bagi yang tidak shalat, dan tidak ada (sah) shalat bagi yang tidak berwudhu’.” (Shahih At Targhib no. 575)
Wahai
saudaraku yang mulia, walaupun ada sebagian para ulama’ yang
berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja belum
sampai kafir selama masih meyakini kewajiban shalat. Tapi janganlah
bermudah-mudah dalam masalah ini, karena sangat jelas sekali dari
hadits-hadits shahih dan pernyataan-pernyataan para shahabat Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam di atas bahwa orang yang meninggalkan shalat
dengan sengaja diancam dengan kekufuran, tidak punya keimanan dan tidak
punya bagian sedikit pun dari Islam, kecuali bagi orang yang mau
bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat dihadapan Allah subhanahu
wata'ala.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan